Mengenai Ramadan

Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Nazim Adil Al-Haqqani QS


A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin


Nabi SAW memberi kabar gembira mengenai bulan suci ini. Sepertiga pertama dari bulan suci Ramadan adalah sepuluh hari yang penuh rahmat bagi seluruh manusia, sepuluh hari keduanya adalah hari-hari yang penuh pengampunan dari Allah SWT, dan sepertiga bagian terakhir adalah pembebasan dari Neraka bagi orang-orang yang beriman, Allah SWT membebaskan mereka dari Neraka. Oleh sebab itu, orang-orang beriman yang berusaha menjaga perintah Tuhan mereka di siang hari selama bulan Ramadan yang penuh berkah dengan puasa dan malam hari dengan salat tarawih1 dan tahajjud akan diganjar oleh Tuhan kita dengan memberi mereka pembebasan dan keamanan (bara`ah) dari Neraka, dan mereka telah diberi kabar gembira tentang Surga.2

Struktur spiritual manusia secara keseluruhan dibangun atas kebersihan, dan mustahil bagi seseorang untuk meningkatkan maqam spiritualnya tanpa terlebih dahulu mencapai kebersihan yang lengkap, baik fisik maupun spiritual. Puasa adalah awal bagi kebersihan spiritual. Langkah pertama adalah level orang awam untuk puasa; yaitu berusaha untuk membebaskan diri kalian dari perintah dan kendali ego kalian. Bila kalian masih berada di bawah perintah dan kendali ego kalian, kalian tetap tidak bersih.

Oleh sebab itu level pertama puasa adalah memaksa ego agar kita bisa mengambil alih kontrol dari tangannya dan menjadikan kendali itu berada di tangan kita—oleh sebab itu kita menahan diri dari makan, minum dan hubungan seksual di siang hari.

Langkah pertama adalah menghindari apa yang dihalalkan setiap hari kecuali di bulan Ramadan. Makan, minum dan melakukan hubungan seksual adalah halal, tetapi di bulan Ramadan, hal-hal yang dibolehkan menjadi haram di siang hari. Itu adalah dasar dari proses pembersihan, tetapi tujuan yang lebih tinggi adalah mencapai pembersihan yang lebih dalam.

Untuk mencapai pembersihan yang lebih dalam, langkah selanjutnya adalah berusaha untuk bersih dari dosa-dosa: kalian harus menjaga pandangan kalian, lidah kalian, telinga kalian, tangan kalian, kaki kalian dan seluruh bagian tubuh kalian dari perbuatan-perbuatan yang salah. Kalian harus mengatakan pada diri sendiri, “Wahai lidahku! Walaupun engkau telah menjaga dirimu dari merasakan (nikmatnya) makanan dan minuman, tetap saja engkau harus berhati-hati. Jangan mengatakan apapun yang terlarang.”

Langkah kedua—membersihkan diri kita dari seluruh perbuatan terlarang dan dosa-dosa, membuat diri kita lebih ringan; kita dapat bergerak menuju maqam spiritual yang lebih tinggi. Tetapi itu belum cukup.

Langkah ketiga ditujukan untuk hati. Kalian harus hadir untuk hati kalian. Allah SWT mengatakan kepada kita, “Hati kalian adalah milik-Ku.” Di antara keturunan Adam AS, setiap bagian tubuhnya adalah miliknya, kecuali satu. “Hati kalian adalah milik-Ku, bukan milik yang lain,” Allah SWT mengatakan, “Oleh sebab itu Aku menginginkan agar ia tetap bersih, sebersih-bersihnya.”3

Bagaimana agar ia menjadi bersih? Segala sesuatu selain Allah SWT dan segala sesuatu yang tidak diridai-Nya harus dikeluarkan dari dalam hati kalian. Setiap saat kalian bersama diri kalian, kalian dapat melihat pada hati kalian untuk mengetahui apakah kalian bersama Tuhan kalian atau dengan seseorang atau sesuatu yang lain. Setiap kali kalian mengamati hati kalian dan menemukan bahwa diri kalian bersama Tuhan kalian, Allah SWT, kalian harus menganggap bahwa kalian beruntung. Pada saat itu cahaya Ilahi akan memasuki hati kalian, dan kalian dapat meraih kenikmatan Iman yang sejati. Nabi SAW bersabda, “Pandangan sekilas disertai hasrat seksual adalah salah satu panah beracun dari setan. Orang yang karena rasa penyesalannya bisa menghindari hal itu akan menerima Iman dari Allah SWT, dan merasakan suatu kepuasan dalam hatinya.”

Dengan demikian, setiap orang beriman perlu mengontrol setiap perbuatannya. Tanpa menjaga perbuatan kita, pasti kita akan merugi. Dan setiap perbuatan dimulai dengan pikiran. Setan sangat mengenal sifat alamiah manusia. Di dalam setiap macam pikiran, ia telah meletakkan tipu dayanya. Siapapun yang mampu mengontrol pikirannya, ia akan selamat dari godaan setan; tetapi siapapun yang tidak mampu mengontrolnya akan mempunyai pikiran yang penuh dengan ide-ide setani dan kebohongan. Siapapun yang berada di bawah kontrol setan tidak dapat menjadi hamba yang patuh kepada Tuhannya. Sebagai Muslim dan Mukmin, hal ini harus menjadi perhatian yang utama—yaitu mengendalikan diri kita. Jika kalian merasakan ada kendali setan yang mempengaruhi diri kalian, baik melalui perbuatan maupun pikiran, kalian harus berjuang untuk membersihkannya.

Peningkatan ibadah—suatu jalan mendekatkan diri kepada Allah SWT menjelang berakhirnya Ramadan, membuat kita dapat menemukan diri kita “menangis untuk Ramadan.” Bulan ini memberikan begitu banyak kenikmatan kepada kita, melalui peningkatan kepatuhan dan ibadah kepada Allah SWT. Keduanya adalah sumber bagi seluruh kebahagiaan sejati—kepatuhan dan ibadah. Untuk itulah Nabi SAW bersabda, “Yang menjadi apel bagi mataku adalah salat.”

Allah SWT telah mengirimkan pesan-pesan-Nya kepada kita melaui nabi-nabi-Nya. Rangkuman dari pesan-pesan itu adalah bahwa manusia harus mengendalikan diri mereka. Oleh sebab itu Allah SWT memerintahkan salat lima waktu sehari ditambah ibadah sunnah. Ada lima waktu salat yang diwajibkan oleh Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya, tetapi Nabi SAW juga mengerjakan salat sunnah siang dan malam, sehingga waktu-waktu salat itu membuat kita mampu mengendalikan anggota tubuh dan hati kita. Allah SWT berfirman dalam hadis qudsi, “Wahai hamba-Ku! Jika kalian membuat satu langkah kepada-Ku, Aku akan membuat sepuluh langkah kepadamu.” Oleh sebab itu kita harus aktif untuk-Nya. Buatlah langkah-langkah kalian lebih kokoh di jalur yang benar dan agar kalian lebih kuat hari demi hari.

Musim ibadah yang suci ini yang akan membuat kalian bergerak menuju Allah SWT. “Ketika Ramadan datang… suatu panggilan menyeru setiap malam, ‘Wahai para pencari kebaikan, mendekatlah! Wahai pencari kejahatan, berhentilah!’” [an-Nasa'i]. Oleh sebab itu, bulan ini menghadirkan kesempatan yang istimewa: satu untuk meningkatkan ibadah dan meningkatkan pengabdian. Di dalamnya terdapat tarawih dan salat malam yang memungkinkan seseorang lebih dekat kepada Allah SWT. Kita memiliki kesempatan selama bulan suci Ramadan yang lebih besar dibandingkan di waktu-waktu yang lainnya. Orang yang dapat mengontrol dirinya selama Ramadan akan mampu, dengan dukungan Allah SWT, mengendalikan dirinya di sebelas bulan yang lain. Segala sesuatu dimulai dari yang kecil, kemudian berkembang, begitu pula dengan hal-hal baik dan hal-hal buruk, perilaku yang baik dan yang buruk, bagi setiap diri kita tentu ada awalnya. Dan awal itu sulit, tetapi kalian harus bersabar dan melanjutkannya, jika kalian meyakini bahwa hal itu benar, kalian harus melanjutkannya, walaupun itu akan sangat sulit.

Kesulitan-kesulitan akan dapat diatasi dengan Iman yang kuat dan Iman yang kuat ada pada orang-orang yang mampu mengendalikan diri mereka. Oleh sebab itu buatlah niat yang kuat dan berkelanjutan untuk meningkatkan ibadah, bukan hanya di bulan suci ini, Ramadan, tetapi untuk seterusnya.


Catatan:

  1. Yahya melaporkan kepada saya dari Malik bahwa Yazid ibn Ruman berkata, “Orang-orang biasanya melakukan salat malam di bulan Ramadan selama dua puluh tiga rakaat di masa Umar ibn al-Khattab RA.” [Al-Muwatta, 6.2.5]
  2. “Ini adalah sebuah bulan, yang di bagian pertamanya membawa Rahmat Allah SWT, di pertengahannya membawa pengampunan Allah SWT dan bagian terakhir membawa pembebasan dari api neraka.” [Bukhari].
  3. Ini adalah salah satu tafsir dari hadis qudsi yang dinarasikan oleh Abu Hurayra RA, bahwa Nabi SAW bersabda, “Allah SWT berfirman, ‘Puasa adalah untuk-Ku dan Aku akan memberikan pahala untuk itu, karena ia (yang melaksanakan puasa) meninggalkan hasrat seksualnya, makan dan minum demi Aku. Puasa adalah sebuah hijab (dari neraka) dan ada dua kebahagiaan bagi orang yang berpuasa, pertama pada saat ia berbuka puasa, dan yang kedua pada saat ia akan bertemu dengan Tuhannya. Dan aroma mulut dari orang yang berpuasa adalah lebih baik di Sisi Allah SWT daripada wangi kasturi.” [Bukhari]