Shuhba Mawlana Syekh Muhammad Hisyam Kabbani QS
Jakarta, September 2004
A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa
Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin
“Rajab adalah bulannya
Allah (swt), Syakban bulanku dan Ramadan adalah bulan umatku,” demikian sabda Nabi
(s). Bulan Rajab adalah salah satu bulan
haram, di mana Allah (swt) melarang hamba-hamba-Nya untuk berperang, berkelahi,
atau membunuh apapun.
Rajab adalah bulan di
mana Allah (swt) memanggil Nabi (s) ke Hadirat-Nya. Oleh karena itu bulan Rajab
sangat penting, Allah (swt) menurunkan Rahmat-Nya pada kita semua. Allah (swt) adalah Al-Rahman, Yang Maha Pemurah.
Al-Rahman juga bermakna bahwa segala sesuatu di alam semesta ini tercipta dari
Nama-Nya Al-Rahman. Ketahuilah, dari
sifat al-Rahman tersebut, Allah (swt) menciptakan semua makhluk, termasuk
langit dan bumi dan semuanya adalah untuk manusia. “Kuciptakan semua ini untuk
hamba-hamba-Ku,” dan seluruh ciptaan-Nya berada di bawah kendali manusia. Dari
sifat ar- Rahman, Allah (swt) memanggil Nabi (s) ke Hadirat-Nya dan
menghiasinya dengan nama-Nya yang Indah dan mengirimkan kembali ke dunia untuk
membimbing umat. Inilah tanda bahwa
Allah (swt) mencintai kita semua.
Ketika Nabi (s) melaksanakan
perjalanannya menuju Hadirat Allah (swt), Dia telah menyandangkan beliau dengan
Asma-Nya. Hanya Allah (swt) yang
mengetahui berapa lama Nabi (s) berada di Hadirat-Nya. Ketika Isra Mi’raj tersebut kita mengetahui
bahwa Nabi (s) hanya berjarak dua ujung busur panah atau lebih dekat lagi di
hadapan Allah (swt) [QS 53:9], dan ketika Allah (swt) mengirimkan kembali Nabi (s)
ke dunia, Allah (swt) menyandangkan beliau dengan Asma al-Rauf, Yang Maha
Pengasih. Sebagaimana sabda Nabi (s),
“Aku adalah Qasim dan aku adalah Mahi,” ini adalah atribut-atribut beliau
sebagaimana Allah (swt) memberikan atribut tersebut kepada kekasih-Nya. Oleh karena
itu Nabi (s) memiliki sifat menyayangi dan memaafkan. Nama al-Qasim hanya untuk
Nabi (s), tak seorang pun boleh memakai nama tersebut.
Al-Qasim sebagaimana
Atribut Allah (swt) yang diberikan kepada Nabi (s), dan hanya Nabi (s) yang
memiliki otoritas untuk memakai nama itu, di mana dengan nama itu Nabi (s) menjalankan
otoritasnya untuk membagi rahmat Allah kepada alam semesta. Seperti kita pada saat ini sedang menjalankan suatu
aktifitas, itu semata-mata berasal dari rahmat Allah (swt) yang dibagikan oleh
Nabi (s).
Al-Mahi, Yang Maha
Menghapus, Allah (swt) memberikan dari sifat tersebut kepada Nabi (s) untuk
menghapuskan dosa-dosa kita melalui syafaat yang diberikan Allah (swt) kepada
Nabi (s). Beliau mengambil dosa kita,
seperti Allah (swt) juga juga mengubah kita dari yang sakit menjadi sembuh.
“Aku adalah Thaa Haa,” Kami tidak menurunkan Al-Qur’an kepadamu agar menjadi
susah, tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut kepada-Ku.” “Tha Haa
maa anzalnaa alaykal Qur’ana li tasiqaa”. Apa arti di balik nama Thaa dan
Haa? Hanya Allah (swt) dan Nabi Muhammad (s) yang mengetahuinya, dan kalau Nabi
(s) mengetahuinya, maka para awliya juga diberikan pengetahuan tentangnya oleh
Nabi (s). Kami telah menurunkan Al-Qur’an bukan untuk menjadi beban atau
memberikan kesulitan kepadamu tetapi untuk mengingat-Ku, untuk menjadi
hamba-Ku, untuk berdoa kepada-Ku, untuk membersihkan hamba-Ku dan sebagai
Cahaya di dalam kalbu mereka.
Allah (swt) mengirimkan al-Qur’an
untuk menyiapkan umat, mengapa Allah (swt) memanggil Nabi (s) pada tanggal 27
Rajab untuk Isra Mi’raj? Dan Allah (swt)
menurunkan Laylat ul-Qadar pada 27 Ramadan? Ada
rahasia di balik tanggal-tanggal tersebut. Mengapa tidak diturunkan pada tgl 25 atau 23? Laylat ul-Qadr, 27 Ramadan, dan Isra Mi’raj,
27 Rajab adalah sesuatu yg tetap. Kita
berpuasa pada tanggal 27 Rajab. Setiap
kita melewati 27 Rajab atau 27 Ramadan hati kita senang tetapi kita tak pernah
bertanya? Awliya bertanya, “Mengapa Ya
Allah, apa Rahasia di balik tanggal 27 tersebut?” Dan Allah (swt) memberi
jawaban kepada mereka melalui Nabi (s). “Setelah
27 adalah 28, dan alfabet Islam seluruhnya berjumlah 28 huruf, di mana huruf
ke-28 adalah Ya”. Artinya pada malam ke-27 Allah (swt) membawa Nabi (s) untuk melakukan
Isra Mi’raj dan mempersiapkan beliau untuk malam ke-28. Huruf ke-28 adalah
huruf terakhir, yaitu “Ya”, yang berasal dari nama Nabi (s), “Yasin”, atribut
beliau yang paling istimewa.
Alif adalah huruf
pertama dalam abjad dan merupakan simbol awal. Nama Allah (swt) diawali dengan alif. “Dari
Alif hingga Ya, Aku siapkan engkau, wahai Nabi (s), untuk ke-28 Samudra Ilmu
Allah (swt).” Allah (swt) menyandangkan Ilmu-Nya kepada Nabi (s). Sesuatu yang berasal dari akhirat dimulai
dengan Alif, Islam dimulai dari huruf alif, Ihsan diawali dengan alif, Iman
diawali dengan alif. Sementara Muhammad (s), diawali dengan huruf mim. Islam yang diawali alif, menjadi Muslim yang
diawali dengan huruf mim, Iman yang diawali dengan alif menjadi Mukmin yang
diawali dengan mim, oleh sebab itu, di antara alif dan mim adalah area transisi
di mana Allah (swt) mempersiapkan Nabi (s).
Huruf terakhir Ya merupakan
huruf awal nama Nabi (s), Yasin. Yasin
adalah jantungnya Al-Qur’an, Intisari Al-Qur’an, ketika manusia mati mereka
membacakan surah Yasin (akhir huruf dalam abjad Islam dan akhir kehidupan
dibacakan Yasin). Allah (swt) memberikan rahasia setiap huruf dari surat Yasin tersebut, di
dalam setiap huruf Al-Quran berarti lebih dari 500.000 makna. Setiap alif bisa
berarti berbagai macam makna sesuai tempatnya. Setiap huruf di dalamnya
mempunyai arti-arti sendiri, setiap huruf seperti cahaya ilmu pengetahuan.
Tidak semua hamba-Nya
mengetahui rahasia ilmu tersebut, seperti perumpamaan bahwa Ilmu Nabi (s) tak
setetes pun dari Samudra Ilmu Pengetahuan Allah (swt), dan ilmu Sahabat
dibanding Nabi (s) seperti setetes dari samudra ilmu Nabi (s) dan ilmu awliya
dibanding Sahabat seperti setetes dari ilmu para Sahabat, demikian pula ilmu
ulama dibanding ilmu awliya seperti setetes dari samudra ilmu awliyaullah.
Kita mengetahui bahwa
ilmu kita sangatlah sedikit, kita tidak mengetahui hal itu semua, tetapi tetap
saja kita arogan bahwa kita adalah orang yang berilmu, congkak. Kita merasa bahwa diri kita adalah orang yang penting,
kita ingin orang tahu bahwa kita adalah orang yang berilmu. Lebih baik bagi
kalian bila kalian duduk di pojok, menghinakan diri dan merasa tak mengetahui
apapun. Jangan membanggakan diri kalian di hadapan orang lain, karena ketika
kalian membanggakan diri, maka Iblis segera masuk ke dalam diri kalian. Nabi (s) adalah manusia yang sangat
merendahkan dan menghinakan diri di hadapan Allah (swt), sehingga Allah (swt) mengangkat
derajat beliau.
Jika seseorang bersifat
rendah hati maka Allah (swt) akan mengirimkan orang tersebut hamba-hamba-Nya
yang terbaik dari para waliullah untuk membimbingnya. Tetapi kepada hamba-Nya yang arogan—takabur,
Allah (swt) pun mengirimkan orang-orang-Nya juga, dari segi kuantitas—banyak,
tetapi mereka bukanlah hamba-hamba-Nya yang terbaik, para awliya-Nya. Kita
boleh berbangga karena kita mencintai Nabi (s), kita boleh bangga karena kita
memeluk Islam, tetapi kita tidak boleh berbangga karena amal kita. Amal yang kita banggakan akan kembali kepada
kita bila kita menyombongkan amal di hadapan orang lain atau di hadapan-Nya.
Seperti juga kita tahu
nama-nama hewan, seperti keledai atau singa. Maka seperti Singa, ia memiliki
ribuan nama yang sama, di Inggris disebut Lion, di Perancis Leon , ada
berapa banyak bahasa di dunia ini? Bila di Cina saja ada ribuan bahasa. Maka
singa pun memiliki begitu banyak nama. Begitu pula siapa namamu??!! Ketika
orang menanyakan nama kita kita membuka KTP, Kartu nama, Oo..Sunarto, Suharto,
Bambang. Kita bahkan kadang tak tahu siapa yang memberikan nama kita, siapa
yang memberikan nama kalian, kita tak tahu nama kita sesungguhnya, hanya Allah (swt)
yang tahu nama kita sebenarnya. Allah (swt) memberikan nama hanya kepada
Muhammad (s) dan nabi-nabi yang tercantum di dalam Al-Quran. Tetapi kita tak
mempunyai nama dan identitas itu. Nama kita hanya berasal dari orang tua kita.
Kita tidak memiliki kejelasan status kita di dunia ini, kita tak memiliki nama,
kita adalah bukan apa-apa, tetapi tetap saja sombong dan membanggakan diri di
hadapan mahluk maupun di hadapan- Nya.
“Siapa yang mengetahui
dirinya mengetahui Tuhannya”, bahkan saat ini pun kita tidak tahu apa nama
kita. Mereka pikir diri mereka ulama, syekh, politisi. Wahai manusia letakkan
dirimu serendah mungkin, janganlah sombong di hadapan mahluk-Nya bahkan di
hadapan Allah (swt). Bila kita meletakkan diri kita serendah mungkin, maka
Allah (swt) akan mengangkat derajat kita. Ketika Allah (swt) membuka hati hamba
tersebut, maka hamba itu menjadi awliya-Nya, maka pada saat itu Allah (swt) memberikan
rahmat-Nya kepada para awliya-Nya. Wali-wali Allah (swt) tidak pernah bersedih
hati.
Jika kita berniat
mencari wali Allah, maka kita pasti akan menemukan mereka. Mereka bisa datang
melalui mimpi, atau melalui berbagai cara lain, tetapi kita harus mulai dengan
niat untuk menemui mereka, dan ketika awliya berada di hadapan kita, jangan
lepaskan kesempatan itu. Saya hanya seperti kalian, saya bukan wali, saya pun
mencari wali, saya tidak pernah mengatakan bahwa diri saya adalah seorang wali,
hasha! Saya memang berada di pintu
seorang wali, Mawlana Syekh Nazim (q). Saya
bukan apa-apa, selama 55 tahun saya mengikuti seorang wali besar, Sulthanul
awliya Syekh Nazim (q), beliaulah yang membawa kita semua ke hadirat Nabi (s).
Ilmu yang saya berikan kepada kalian, berasal dari beliau. Mata tak mungkin
berada di atas alis, tak pernah!! Dialah Syekh Nazim (q), pembimbing kita
semua, Syekh kita semua, Sultan untuk kita semua. Kita semua adalah murid
beliau. Jika beliau ingin membuka hati kita untuk berbicara maka beliau akan
memberikan otoritasnya kepada hati kita dan kita bisa berbicara. Setiap orang
senang mendapat buah-buahan segar, mereka tak suka dengan buah yang sudah
busuk, buah yang tidak segar. Awliyaullah selalu mendapatkan buah yang segar untuk
kalian, karena hati mereka selalu tersambung kepada para Sahabat, Abu Bakar
ash-Shiddiq (r), Ali bin Abi Thalib (r, kw) dan mereka mendapatkannya dari kalbu
Rasulullah (s).
Dengan kerendahan hati
para awliya, maka Allah (swt) memberi mereka ilmu untuk membimbing dan
memperbaiki umat. Mereka tak perlu mempersiapkan makalah untuk bicara di
hadapan orang-orang. Makalah untuk orang biasa, sedangkan ilmu awliya berasal
langsung dari Nabi (s). Makalah ulama, profesor tidaklah seperti buah yang
segar tidak baru, sedangkan yang disampaikan awliya adalah informasi yang masih
segar yang berasal dari Syekhnya dan itu semua berasal dari hati Rasulullah (s).
Dengan jalan itu mereka
selalu menerima informasi yang segar yang disampaikan kepada kita, informasi
yang berguna untuk memenuhi kebutuhan saat itu juga. Syekh kita mempunyai
begitu banyak wakil yang mempunyai otoritas untuk menyampaikan hal tersebut. Allah
(swt) memiliki 124.000 wali, setiap wali memiliki level yang berbeda, dari yang
terendah hingga tertinggi. Semua wali dari yang terendah hingga tertinggi mampu
melihat cahaya Rasulullah (s), cahaya itu bersinar begitu terangnya. Cahaya itu
selalu kontinu mengalir ke dalam kalbu para awliya seperti air terjun.
Janganlah kalian bayangkan bahwa cahaya hanya mempunyai 20 warna saja, tetapi
bisa berjuta-juta warna.
Setiap wali melihat
cahaya warna yang berbeda sesuai dengan levelnya masing-masing. Kadang-kadang
ada wali yang tingkatannya terendah hanya bisa menangkap dua warna: biru dan
merah saja, sementara yang lain hanya kuning dan hijau saja. Tetapi sebenarnya
di antara dua cahaya tersebut ada berjuta-juta warna lainnya. Awliya, ketika
melihat hati Nabi (s) mereka melihat cahaya. Tetapi awliya yang levelnya paling
tinggi, wali yang memiliki level tertinggi dapat melihat jutaan cahaya, tetapi
ia pun sangat rendah hati. Karena kerendahan hatinya itu, ia tidak mengatakan
jutaan warna, jutaan informasi yang ia dapatkan dari kalbu Rasulullah (s). Ia
dapat melihat dan menyampaikan, ia bisa mengambil ilmu yang tersembunyi dari kalbu
Nabi (s). Di setiap jutaan waktu akan terjadi jutaan cahaya yang berbeda,
begitu pula jutaan informasi yang berbeda.
Setiap wali diberi
anugerah yang berbeda-beda, meskipun levelnya berbeda mereka memiliki
penampilan yang sama. Sehingga kadang mereka yang berada di level terendah
menyangka dirinya sama. Wali di level tertinggi atau terendah bisa menyerap
informasi dari hati Rasulullah (s) untuk disampaikan kepada kita semua. Dari
wali tertinggi yang memiliki jutaan cahaya, maupun yang terendah, yang hanya
mampu menangkap satu atau 2 warna, penampilan mereka adalah sama. Setiap wali
bisa saja mempunyai 1000 wakil untuk menyampaikan informasi dari kalbu Nabi (s).
Meskipun demikian setiap wali memiliki cahaya yang berbeda-beda, bisa saja wali
di area ini hanya melihat warna merah, sementara yang lain biru dan lain-lain.
Tetapi mereka terlihat sama walaupun sebenanrnya berbeda. Wali di level yang
lebih rendah mengira bahwa dirinya sama dengan wali yang lain, tetapi wali di
level yang lebih tinggi, mereka dapat mengetahui di mana posisi mereka
sebenarnya.
Setiap wali mempunyai
kemampuan yang berbeda-beda untuk bicara. Meskipun demikian di hadapan Syekh Nazim
(q) mereka tampak sama, tetapi Syekh mengetahui kemampuan mereka, jadi kita
jangan mencampur-adukkan mereka seolah-olah sama padahal mereka memiliki
kemampuan yang berbeda satu sama lain sesuai levelnya masing-masing. Kemampuan
ilmu itu berasal dari kalbu Mawlana Syekh Nazim (q), Sultan kita.
Mawlana Syekh mengatakan
bahwa pada tanggal 27 Rajab akan terjadi pembukaan yang besar kepada umat.
Setiap tiran, penguasa yang zalim akan diruntuhkan. Bukan hanya tiran dari
golongan non muslim tetapi juga dari seluruh makhluk-Nya. Tiran
non muslim maupun tiran muslim akan kalah, musnah, dan orang yang memperoleh
pengampunan akan menggantikan posisi mereka.
Pembukaan ini dimulai
pada tanggal 27 Rajab, dan pada tanggal 15 Syakban seluruh umat akan mengetahui
informasi ini. Siapa pun yang menggunakan Islam untuk keuntungan mereka, akan
dibersihkan satu per satu untuk kemunculan Sayyidina Imam Mahdi (a), tidak akan
ada penundaan lagi. Penderitaan umat telah sangat berat. Dari informasi melalui
kalbu Syekh Nazim (q), bulan Rajab ini adalah waktu yang sangat penting,
awliyaullah menerima informasi bahwa pada tanggal 27 Rajab akan dimulai
penghancuran terhadap para tirani tersebut.
Bisa saja ada
kejadian-kejadian yang luar biasa besar di hadapan kita, kejadian yang tak
pernah diperkirakan kita semua. Dan pada tanggal 15 Syakban umat akan menerima
informasi apa yang sedang terjadi. Zaman ini adalah zamannya Imam Mahdi (a),
banyak ulama yang mengatasnamakan agama untuk kepentingan politik. Mereka akan
dihancurkan satu per satu, tahap demi tahap. Bulan Rajab adalah pembalasan
kepada para tiran tersebut.
Berbahagialah khususnya
mereka yang telah melaksanakan khalwat. Mereka seperti bintang yang bersinar,
dan menjadi yang baik di antara kita, peganglah tangan mereka.
Wa min Allah at Tawfiq