Sejarah Zikir Khatmu ’l-Khwājagān

Syekh Nazim al-Haqqani QS berkata, “Allah SWT berfirman kepada Nabi SAW pada malam Mi’raj, “Ya Muhammad SAW, telah Ku-ciptakan seluruh makhluk demi dirimu, dan Aku berikan semua itu padamu.” Pada saat itu, Allah SWT mengaruniakan pada Nabi SAW kekuatan untuk melihat semua yang telah Dia ciptakan, dengan semua cahaya dan nur mereka, dan semua kenikmatan yang telah Allah SWT karuniakan pada makhluk-Nya dengan menghiasi mereka dengan Atribut-Atribut-Nya dan dengan Cinta dan Keindahan Ilahiah-Nya.

Muhammad SAW terkesima dan terpesona karena Allah SWT telah memberi beliau suatu hadiah berupa makhluk-makhluk seperti itu. Allah SWT berfirman kepada beliau, ‘Ya Muhammad SAW, apakah kau bahagia dengan ciptaan-ciptaan-Ku ini?’ Beliau menjawab, ‘Ya, wahai Tuhanku,’ Dia berfirman, ‘Kuberikan mereka kepadamu sebagai amanah untuk kau jaga, agar kau bertanggung jawab atasnya, dan untuk mengembalikan mereka pada-Ku dalam keadaan seperti saat mereka Kuberikan padamu.’ Muhammad SAW memandang pada mereka dengan penuh kegembiraan karena mereka begitu berkemilau dengan cahaya-cahaya yang indah, dan beliau berkata, ‘Wahai Tuhanku, aku terima.’ Allah SWT berfirman, ‘Apakah kau terima?’ Beliau menjawab, ‘Kuterima, kuterima.’ Dan begitu beliau selesai menjawab untuk ketiga kalinya, Allah SWT mengaruniakan beliau suatu kasyf (penglihatan spiritual) akan dosa-dosa dan berbagai bentuk kesengsaraan, kegelapan, dan kejahilan di mana mereka akan terjatuh ke dalamnya.

“Saat Muhammad SAW melihat hal ini, beliau kaget dan cemas, berpikir bagaimana beliau akan dapat mengembalikan mereka kepada Tuhannya dalam keadaan suci seperti keadaan awalnya. Beliau berkata, ‘Wahai Tuhanku, apa ini?’ Allah SWT menjawab, ‘Wahai kekasih-Ku, inilah tanggung jawabmu. Engkau harus mengembalikan mereka pada-Ku dalam keadaan suci seperti ketika Aku berikan mereka padamu.’ Kemudian Muhammad SAW berkata, ‘Wahai Tuhanku, berikan padaku penolong-penolong untuk membantuku membersihkan mereka, untuk mensucikan roh mereka, dan untuk membawa mereka dari kegelapan dan kejahilan menuju maqam pengetahuan, kesalihan, kedamaian, dan cinta.’”

“Allah SWT kemudian mengaruniakan pada beliau suatu penglihatan di mana Dia memberitahukan pada beliau bahwa di antara seluruh ciptaan itu, Dia telah memilih bagi beliau 7.007 Wali Naqsybandi. Dia berfirman, ‘Wahai kekasih-Ku, Ya Muhammad SAW, wali-wali ini adalah termasuk wali-wali istimewa yang telah Ku-ciptakan untuk menolongmu menjaga agar ciptaan ini tetap suci. Di antara mereka, terdapat 313 yang memiliki tingkatan tertinggi, maqam paling sempurna di Hadirat Ilahiah. Mereka adalah pewaris rahasia dari 313 rasul-rasul. Kemudian Ku-berikan padamu empat puluh, yang membawa kekuatan yang paling istimewa, dan mereka adalah tonggak-tonggak dari seluruh wali. Mereka akan menjadi guru dan Syekh besar di masa-masa mereka, dan mereka akan menjadi para pewaris dari Rahasia Haqiqat.’”

“’Di tangan para wali inilah, setiap orang akan disembuhkan dari luka-lukanya, baik luka luar maupun luka dalam. Wali-wali ini akan mampu membawa seluruh umat dan seluruh makhluk ciptaan tanpa ada tanda-tanda kelelahan. Setiap orang di antara mereka adalah Ghawts (Pemberi Syafa’at Utama) di zamannya, yang di bawahnya ada lima orang Qutub (Kutub Spiritual).’”

“Nabi SAW begitu bahagia dan beliau berkata, ‘Wahai Tuhanku, berikan lagi bagiku!’ Kemudian Allah SWT pun menunjukkan padanya 124.000 wali, dan Dia berfirman, ‘Wali-wali ini adalah pewaris dari 124.000 nabi. Seorang wali adalah seorang pewaris dari seorang nabi. Mereka pun akan di sana membantumu membersihkan umat ini.’”

“Ketika Nabi SAW sedang naik ke Hadirat Ilahiah, Allah SWT membuat beliau untuk mendengar suara seorang manusia. Suara itu adalah suara dari seorang teman dan sahabat terdekatnya, Abu Bakar ash-Shiddiq RA. Nabi SAW diperintahkan oleh Allah SWT untuk memerintahkan Abu Bakar ash-Shiddiq RA untuk memanggil seluruh wali-wali Naqsybandi: yang 40, yang 313, dan yang 7.007, beserta seluruh pengikut dan murid mereka, dalam bentuk spiritual (roh) mereka, ke Hadirat Ilahiah. Semuanya untuk menerima Cahaya dan Barakah yang istimewa itu.”

“Kemudian Allah SWT memerintahkan Nabi SAW, yang kemudian memerintahkan Abu Bakar RA, untuk memanggil 124.000 wali dari 40 tarekat lainnya beserta murid-murid mereka untuk diberikan Cahaya di Hadirat Ilahiah. Seluruh Syekh mulai muncul di perkumpulan itu beserta seluruh murid mereka. Allah SWT kemudian menyuruh Nabi SAW untuk melihat mereka dengan kekuatan dan cahaya Kenabiannya, dan untuk mengangkat mereka semua ke Maqam Shiddiqin, Yang Terpercaya dan Yang Benar. Kemudian Allah SWT berfirman kepada Nabi SAW, dan Nabi SAW pun berkata kepada para wali, ‘Kalian semua dan seluruh pengikut kalian akan menjadi bintang- gemintang yang berkilauan di antara manusia, untuk menyebarkan cahaya yang telah kuberikan pada kalian di pra-keabadian ke seluruh manusia di permukaan bumi.’”

Mawlana Syekh Nazim QS berkata, “Itu semua hanyalah satu di antara rahasia-rahasia yang telah dibuka tentang Malam Mi’raj kepada kalbu para wali melalui periwayatan (transmisi) dari Sanad Emas Tarekat Naqsybandi.” Lebih banyak lagi kasyf yang diberikan kepada Nabi SAW, tetapi tidak ada izin untuk membukanya.”

Malam itu, Nabi SAW diperintah Allah SWT untuk melakukan 50 salat dalam sehari. Beliau meringkasnya menjadi lima kali salat dalam sehari atas nasihat Nabi Musa AS. Beliau kembali dari Malam Isra’ Mi’raj, dan orang pertama yang mempercayai beliau adalah Abu Bakar ash-Shiddiq RA. Orang-orang kafir, sambil berharap untuk mempermainkan beliau, menanyakan pada beliau untuk melukiskan Yerusalem. Beliau melukiskannya dengan seluruh detailnya, dan orang-orang kafir dipermalukan.

Siksaan atas Nabi SAW dan sahabat-sahabat beliau semakin meningkat. Kemudian Allah SWT mengirimkan pada beliau, kaum Ansar (Penolong) dari Madinah. Islam telah mulai tersebar pada suku-suku dari oasis kecil ini yang terletak tak jauh dari Mekah. Allah SWT memberikan izin-Nya bagi kaum Mukmin untuk berhijrah ke Madinah, rumah dari kaum Ansar. Abu Bakar RA menginginkan untuk berhijrah, tetapi Muhammad SAW berkata padanya, “Jangan pergi dulu, tunggulah, dan mungkin kau akan berhijrah bersamaku. Ada suatu kejadian amat penting yang mesti terjadi.”

Nabi SAW meninggalkan Mekah di malam hari bersama Abu Bakar RA, dan meninggalkan di belakang beliau ‘Ali RA, KW untuk berpura-pura berperan sebagai beliau di tempat tidur beliau. Di perjalanan, beliau berhenti untuk bersembunyi di Gua Tsuur. Abu Bakar RA berkata, “Wahai Nabi SAW, jangan masuk, aku akan masuk lebih dahulu.” Dalam hatinya, Abu Bakar RA berpikir bahwa mungkin akan ada sesuatu yang berbahaya di dalam dan ia memilih untuk menghadapinya lebih dulu. Abu Bakar RA menemukan sebuah lubang di dalam gua itu. Abu Bakar RA memanggil Nabi SAW untuk masuk ke dalam, dan ia sendiri menaruh telapak kakinya di atas lubang itu, menutupinya. Nabi SAW masuk dan menaruh kepala sucinya di pangkuan paha Abu Bakar RA. Seekor ular di dalam lubang tadi mulai menggigit kaki Abu Bakar RA. Abu Bakar RA mencoba sekuat tenaga untuk tidak bergerak, sekalipun ia dalam kesakitan yang amat sangat. Air mata mulai menetes dari matanya, dan mengalir melalui pipinya. Setetes air mata itu terjatuh mengenai wajah suci Nabi SAW. Saat inilah, sebagaimana disitir dalam Quran, “Ia berkata pada sahabatnya, ‘Jangan bersedih; sungguh Allah SWT beserta kita.’” [QS 9:40]. Abu Bakar RA berkata pada Nabi SAW, “Wahai Nabi Allah SAW, aku tidak bersedih, tetapi aku dalam kesakitan. Seekor ular tengah menggigit kakiku dan aku khawatir ia akan menggigitmu. Aku menangis karena hatiku terbakar demi dirimu dan demi keselamatanmu.” Nabi SAW begitu bahagia dengan jawaban sahabat terkasihnya ini hingga beliau memeluk Abu Bakar ash-Shiddiq RA, menaruh telapak tangan beliau di kalbu Abu Bakar RA dan menuangkan pengetahuan yang telah Allah SWT karuniakan pada beliau, ke dalam kalbu Abu Bakar ash-Shiddiq RA . Karena itulah beliau bersabda dalam sebuah hadis, “Apa pun yang telah Allah SWT tuangkan dalam kalbuku, aku tuangkan ke dalam kalbu Abu Bakar RA.”

Grandsyekh kita Muhammad Nazim al-Haqqani QS berkata, “Selanjutnya Nabi SAW menaruh tangan beliau yang lain ke kaki Abu Bakar ash-Shiddiq RA dan membaca, Bismillahir-Rahman ir-Rahim, dan kaki Abu Bakar RA pun segera sembuh. Kemudian beliau memerintahkan sang ular untuk keluar, dan ular itu pun keluar, menggulung dirinya di depan Nabi SAW. Kemudian Nabi SAW bersabda kepada ular tersebut, ‘Tak tahukah engkau bahwa daging seorang Shiddiq diharamkan bagimu? Mengapa engkau memakan daging Sahabatku?’ Ular itu menjawab kepada Nabi SAW dalam bahasa Arab yang murni dan sempurna, ‘Wahai Nabi Allah SWT, tidakkah semua ciptaan diciptakan demi dirimu dan demi cintamu? Wahai Nabi SAW, aku pun mencintaimu. Saat kudengar bahwa Allah SWT berfirman bahwa umat terbaik adalah umatmu, aku pun memohon pada-Nya untuk memperpanjang umurku dan mengaruniakan padaku kehormatan untuk dapat tergolong sebagai umatmu dan untuk dapat melihat wajah sucimu. Dan Allah SWT mengabulkan harapanku dan kehormatan itu bagiku. Ketika Abu Bakar RA menaruh kakinya di lubang itu, kakinya menghalangi pandanganku. Aku ingin agar ia memindahkan kakinya agar aku dapat melihat dirimu. ’Nabi SAW bersabda, ‘Pandanglah diriku sekarang dan penuhi harapanmu.’ Ular itu memandang dan memandang; setelah beberapa saat, ia mati. Nabi SAW memerintahkan Jinn untuk membawa ular itu pergi dan menguburkannya.”

Mawlana Syekh Nazim QS berkata, “Hal-hal ini adalah rahasia-rahasia yang telah diberikan kepada kalbu-kalbu para Wali Naqsybandi.” Beliau melanjutkan ceritanya sebagai berikut, “Kemudian Nabi SAW bersabda kepada Abu Bakar RA, ‘Sebenarnya tak ada keperluan apa pun untuk berhenti di gua ini, kecuali suatu peristiwa yang penting akan terjadi di sini. Suatu Cahaya dari akar suatu Pohon Spiritual yang akan menyebar ke seluruh umat manusia, suatu Cahaya yang datang langsung dari Hadirat Ilahiah, akan muncul di sini. Allah SWT telah memerintahkan padaku untuk menyampaikannya padamu dan ke seluruh pengikut Tasawuf Naqsybandi.’”

“Jalur transmisi ini tidaklah disebut sebagai Naqsybandi saat itu, tetapi dikenal sebagai anak-anak dari Abu Bakar ash-Shiddiq RA, dan beliau (Abu Bakar RA) dikenal oleh para wali sebagai ‘Bapak’ dari jalur sanad ini.”

“Kemudian Allah SWT memerintahkan Nabi SAW untuk menyuruh Abu Bakar Ash-Shiddiq RA untuk memanggil seluruh Syekh (guru) dari Sanad Emas yang merupakan pewaris dari Abu Bakar RA. Abu Bakar RA memanggil para Grandsyekh dari Sanad Emas, seluruh dari mereka, dari zamannya hingga ke zaman Al-Mahdi AS. Mereka semua dipanggil lewat roh-roh mereka dari Alam Arwah. Kemudian Abu Bakar RA diperintahkan pula untuk memanggil 7.007 Wali Naqsybandi. Kemudian Nabi SAW memanggil 124.000 nabi-nabi. “

“Abu Bakar ash-Shiddiq RA, dengan perintah Nabi SAW, memerintahkan setiap Grandsyekh untuk mengumpulkan pengikut-pengikutnya untuk hadir secara spiritual. Kemudian Abu Bakar ash-Shiddiq RA memerintahkan seluruh Syekh untuk mengambil tangan para pengikut mereka untuk menerima bay’at (inisiasi). Abu Bakar RA menaruh tangannya di atas mereka semua, dan kemudian Muhammad SAW menaruh tangan beliau di atas mereka semua, dan kemudian Allah SWT meletakkan Tangan-Nya, Tangan Kekuasaan (Qudrat), di atas mereka semua. Dan Allah SWT, oleh Diri-Nya Sendiri-lah, menaruh di lidah setiap orang yang hadir bacaan zikir-Nya (talqin az-dzikr), dan Ia memerintahkan Nabi SAW untuk menyuruh Abu Bakar ash-Shiddiq RA untuk memerintahkan semua wali yang hadir bersama pengikut-pengikut (murid) mereka untuk melafazkan apa yang mereka dengar dari Suara Qudrati:

ALLAHU ALLAHU ALLAHU HAQQ
ALLAHU ALLAHU ALLAHU HAQQ
ALLAHU ALLAHU ALLAHU HAQQ

“Semua mereka yang hadir mengikuti Syekh mereka dan para Syekh itu mengikuti apa yang mereka dengar dari Nabi SAW yang juga melafazkan. Kemudian Allah SWT mengajarkan rahasia dari zikir, yang dikenal sebagai Khatm-il-Khwajagan, kepada ‘Abdul Khaliqal-Ghujdawani QS, yang memimpin zikir pertama di antara para wali dari tarekat ini. Nabi SAW mengumumkan kepada Abu Bakar RA, yang kemudian mengumumkannya ke seluruh wali, bahwa Abdul Khaliq al-Ghujdawani QS adalah pemimpin dari Khatm-il-Khwajagan. Setiap orang mendapat kehormatan untuk menerima rahasia dan cahaya itu dari Khwaja Abdul Khaliq al-Ghujdawani QS, di hadirat para wali, di hadirat Abu Bakar ash-Shiddiq RA, di hadirat Nabi SAW, dalam Hadirat Allah SWT.”

Mawlana Syekh Nazim QS berkata, “Siapa pun yang menerima bay’at (inisiasi) dari kami atau menghadiri Majelis Zikir kami mesti mengetahui bahwa dirinya telah hadir di gua tersebut di saat barakah itu, di Hadirat Nabi SAW, dan bahwa ia telah menerima semua rahasia-rahasia ini kemudian. Rahasia-rahasia ini telah disampaikan kepada kami melalui para Syekh dari Sanad Emas, melalui Abu Bakar ash-Shiddiq RA.”

Abu Bakar ash-Shiddiq RA, teramat bahagia dan gembira dengan apa yang terjadi di dalam gua itu, dan beliau kini mengerti mengapa Nabi SAW telah memilihnya untuk menjadi teman dalam hijrah beliau. Para Syekh Naqsybandi menganggap kejadian-kejadian dalam gua tadi sebagai fondasi dari tarekat. Tidak hanya sebagai sumber dari wirid harian, tetapi juga karena roh-roh dari seluruh anggota tarekat ini telah hadir bersama di saat itu.

Setelah kejadian di gua tadi, mereka melanjutkan perjalanan ke Madinah al-Munawwarah. Saat mereka mencapai Quba, suatu desa di dekat Madinah, di hari Senin di bulan Rabi’ul Awwal, mereka berhenti untuk beberapa hari. Di sana Nabi SAW membangun masjid pertamanya. Mereka melanjutkan perjalanan mereka di hari Jumat, setelah mendirikan Salat Jumat di Quba. Itu adalah Jama’ah Jumat pertama yang beliau dirikan. Beliau memasuki Madinah bersama sahabat beliau, di tengah-tengah teriakan takbir (ALLAHU AKBAR) dan tahmid (AL-HAMDU LILLAH) dan kegembiraan serta kebahagiaan yang meluap dari setiap orang yang hadir. Beliau bergerak ke arah mana unta beliau akhirnya berhenti, dan di sanalah kemudian beliau membangun masjid beliau dan rumah beliau. Beliau tinggal sebagai seorang tamu di rumah Abu Ayyub Al-Ansari RA sampai masjid beliau terbangun.

Saat Nabi SAW datang ke Madinah, Madinah sedang dipenuhi berbagai wabah. Begitu beliau tiba, seluruh wabah penyakit itu lenyap.

Sumber:
The Naqshbandi Sufi Way: History and Guidebook of The Saints of The Golden Chain
by Shaykh Muhammad Hisham Kabbani
© 1995, Shaykh Muhammad Hisham Kabbani