Muraqabah: Meditasi Sufi dengan Ilustrasi Langkah demi Langkah


أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ.

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍوَعَلَى الِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

 As-Sayyid Nurjan Mirahmadi

http://nurmuhammad.com/Meditation/Core/naqshbandimeditationillustration.htm

Alih bahasa: Eyang Soetono 

 

Sasaran dan maksud dari Muraqabah/Meditasi/Rabitha Syarif  adalah untuk memperagakan kehadiran terus-menerus ke dalam realitas Syekh. Semakin seseorang memelihara pelatihan ini, semakin terungkapkan manfaatnya dalam kehidupan  sehari-harinya sampai pada titik dia mencapai tataran fana dalam hadirat Syekh. Orang harus tahu betul bahwa Syekh adalah jembatan antara ilusi dan realitas dan dia berada di dunia ini hanya untuk tujuan itu. Jadi Syekh adalah seutas tali yang khas yang diulurkan kepada siapa pun  yang mencari kebebasan (dari ilusi), karena hanya Syekh  yang dapat memberikan layanan sebagai penghubung antara seseorang yang masih terikat kepada dunia dengan Hadirat Ilahi. Agar menjadi fana di hadapan dan keberadaan Syekh adalah menjadi fana dalam kenyataan, dalam Hadirat Ilahi, karena memang sesungguhnya di situlah dia berada.

 

Langkah 1

 

Bayangkan dirimu berada di hadapan Syekh. Sampaikan salammu. Tutup matamu. Pandanglah melalui mata hatimu. Jangan mencari raut muka, melainkan hanya auranya saja, ruhaniah. 

Sebagai awal murid dapat memulai praktik Muraqabah ini untuk jangka waktu pendek, antara 5 sampai 15 menit, dan secara bertahap menjalaninya menuju jangka waktu yang lebih panjang, bahkan merentang hingga berjam-jam sekali sesi. Yang terpenting adalah bahwa  seseorang mempertahankan sebuah praktik yang konsisten untuk mendapatkan manfaat dari praktik tersebut. Adalah jauh lebih baik dan bijaksana untuk bertahap pada sesi yang pendek secara harian daripada disiplin dan praktik yang acak. Sebuah upaya kecil yang dilakukan secara konsisten akan menghasilkan kemajuan luar biasa dalam waktu yang singkat. 

Ambillah wudu dan salat 2 rakaat (tahiyatul wudu).

Ucapkan Kalimat Syahadat (3 kali): Asy-hadu an laa ilaaha illa-llah  wa asy-hadu anna Muhammadan `abduhu wa rasuuluh

Istighfar (100-200 kali): Astaghfirullah al `Azhiim wa atuubu ilayh

Surat al-Ikhlash (3 kali): Qul huwa-llaahu ahad/ Allaahu Shamad/ Lam yalid wal lam yuulad/ wa lam yakul- lahuu kufuwan ahad

Membaca Surat al-Fatiha

Minimal 200 kali mengulang kalimat zikir, mencari dukungan dan kehadiran Mawlana Syekh dengan mengucapkan: “Madad ya Sayyidi, Madadul-Haqq Yaa Mawlana Syekh Nazim Al-Haqqani 


Langkah 2

 Mata tertutup, mohon izin untuk menyambung cahaya beliau kepada hatimu dan cahayamu kepada hati beliau. Bayangkan sebuah kontak dua arah dan kemudian, baca awrad di atas.

Ketika seseorang duduk bermeditasi dan menutup matanya, ia memfokuskan pikirannya pada satu titik tunggal. Dalam hal ini titik itu biasanya adalah konsep dari mentor spiritualnya; jadi ia memfokuskan seluruh kemampuan kesaksiannya memikirkan dengan konsentrasi penuh tentang guru spiritualnya agar mendapatkan gambaran atau citra mentornya pada layar mental, selama ia masih berada dalam status meditasi itu. Sifat, karakteristik dan potensi yang terkait dengan sebuah citra juga dipindahkan pada layar pikiran ketika citra itu terbentuk pada layar mental dan pikiran menerimanya sesuai dengan itu. 

Sebagai contoh, seseorang sedang memperhatikan api. Ketika  gambaran tantang api itu dipindahlan ke layar pikiran, suhu dan panas api itu terekam oleh pikiran. Seseorang yang hadir dalam sebuah taman menikmati kesegaran dan kesejukan pepohonan dan tanaman dalam taman itu untuk menciptakan gambaran itu semua pada layar pikirannya. Begitu juga ketika gambaran mentor spiritual dipindahkan pada layar pikiran, Ilmu yang Dihadirkan yang beroperasi dalam diri guru spiritual, juga ikut dipindahkan dengan gambaran itu dan pikiran murid secara bertahap menyerap hal yang sama.

 

Langkah 3

Duduk bersimpuh, yang rapi,  tetap bersimpuh,  mata tertutup, tangan di tempat, mulut tertutup, lidah ditekuk ke atas, napas terkendali, telinga mendengar lantunan ayat suci al-Quran, Selawat atau suara sendu. Ruang gelap. 

Meditasi, memikirkan tentang mentor spiritual, sebuah upaya untuk memfokuskan dengan konsentrasi pikiran kita kepada seseorang, sehingga citranya dapat dipantulkan secara berulang pada layar pikiran kita, (maka) kita terbebaskan dari keterbatasan indera. Makin sering sebutir pikiran di tayangkan pada layar mental, makin jelas pula formasi (pembentukan) sebuah pola dalam pikiran itu. Dan, pola pikiran demikian ini, dalam istilah spiritualitas disebut 'pendekatan pikiran’. 

Ketika kita membayangkan mentor spiritual atau ‘Syekh’, sebagai sebuah hal dari hukum eternal, ilmu Elohistic Attributes yang beroperasi dalam Syekh dipantulkan pada pikiran kita dengan ulangan yang berkali-kali menghasilkan pencerahan pikiran dari murid dengan cahaya yang berfungsi dalam diri Syekh dan dilimpahkan kepadanya. Pencerahan hati murid berusaha mencapai tataran  atau tahap Syekhnya. Dalam Sufisme, keadaan ini disebut  'kedekatan’, ‘afinitas' (nisbat). Cara terbaik dan telah teruji untuk menikmati kedekatan, menurut spiritualitas, adalah hasrat kerinduan dari cinta. 

Pikiran Syekh terus-menerus mentransfer kepada murid spiritualnya sesuai dengan kobaran cinta dan rindu akan Syekh, yang mengalir di dalam diri murid dan datang suatu saat ketika cahaya beroperasi dalam diri Syekh yang sesungguhnya adalah pantulan Tampilan Ilahiah yang Indah yang dipindahkan kepada murid spiritual itu. Hal ini memungkinkan murid spiritual untuk membiasakan diri dengan Cahaya Gemilang dan Tampilan Indah. Keadaan ini, dalam istilah sufisme disebut 'Menyatu dengan Syekh’ (Fana fi Shaykh). 

Cahaya Syekh dan Tampilan Indah gemilang yang beroperasi dalam diri Syekh bukanlah ciri pribadi Syekh. Sebagaimana halnya murid spiritual, yang dengan perhatian dan konsentrasi penuh dedikasi, menyerap (asimilasi) ilmu dan ciri khas Syekhnya, maka Syekh juga menyerap ilmu dan busana Nabi SAW dengan dedikasi pikiran dan konsentrasi penuh.

Langkah 3a

Posisi duduk:  Posisi Teratai (yoga Lotus), Wudu Ritual Wudu adalah kunci sukses.  Kapal Nabi Nuh AS melawan banjir kelalaian.  Kebersihan adalah dekat dengan iman (ilahiah).  Ingat bahwa bukanlah saya yang menghitung bahwa saya adalah bukan apa-apa, saya dan aku harus melebur kedalam dia.  Syekhku, Rasulku, menggiring kepada Rabbku.. 

Zikir dengan penolakan (laa ilaaha) dan pembenaran (illa Allah), dalam tradisi para syekh Naqsybandi, mensyratkan bahwa murid (salik, pejalan) menutup matanya, menutup mulutnya, menekan giginya, melekatkan lidahnya ke langit-langit mulutnya, dan menahan (mengatur) napasnya. Dia harus membaca zikir itu melalui hatinya, dengan penolakan dan pembenaran, memulainya dengan kata LAA ("Tidak"). Dia mengangkat "Tidak" ini dari titik (dua jari) di bawah pusar kepada otaknya. Ketika mencapai otaknya kata "Tidak" mengeluarkan kata ILAAHA ("sesembahan"), bergerak dari otaknya  ke bahu Kanan, dan kemudian ke bahu Kiri di mana dia menabrak hatinya dengan ILLALLAH ("kecuali Allah"). Ketika kata itu mengenai hatinya energi dan panasnya menjalar/memancar ke sekujur tubuhnya. Sang salik yang telah menyangkal semua yang berada di dunia ini dengan kata-kata LAA ILAAHA, membenarkan dengan kata-kata ILLALLAH bahwa semua yang ada telah dilenyapkan di Hadirat Ilahi. 

Langkah 3b

 

Posisi Mulut dan Lidah

Menutup matanya,

Menutup mulutnya,

Menekan giginya,

Melekatkan lidahnya pada langit-langit mulutnya, dan menahan napas.

(secara perlahan-lahan memperlambat napas dan getaran jantungnya).


 

Tangan membawa rahasia yang dahsyat, mereka itu seperti antena parabolamu, pastikan bahwa mereka itu bersih dan berada dalam posisi yang semestinya. Jadi ketika kamu memulai dengan tangnmu itu, menggosok-gosoknya, ketika mencucinya dan menggosok gosoknya untuk mengaktifkan mereka, itu adalah tanda dari (angka) 1 dan 0, dan kamu sedang mengaktifkan proses kode yang diberikan Allah SWT melalui tangan itu. Kamu mengaktifkan mereka.   

Mereka memiliki titik sembilan peluru yang terdiri dari keseluruhan sistem, seluruh tubuh. Ketika kamu menggosok jari-jari itu, sesungguhnya kamu mengaktifkan 99 Asma-ul’ husna Allah SWT.

tangan kiri, "81"

tangan kanan, "18"

Dengan mengaktifkan mereka, kamu mengaktifkan 9 titik dalam tubuhmu.

Dan ketika mengaktifkan mereka, itu adalah seperti menghidupkan receiver (pada radio/tv), energi mengalir masuk, itu mulai berfungsi untuk dapat menerima, memecahnya dalam bentuk kode digital yang dipancarkan keluar seperti gambar atau suara sebagaimana kita kenal di zaman ini (radio dan tv). 

Demikian juga halnya dengan tangan yang saling mengelilingi, itulah mengapa ketika kita menggosok-gosokkan dan membuka mereka, mereka mulai bertindak seperti lingkaran satu terhadap lainnya, menampung apapun energi yang datang, dan mereka ini mengelolanya.  Lihatlah pada bagian Rahasia Tangan. 


Langkah 4

 

Posisi Tangan :

Jempol dan telunjuk memperagakan posisi "Allah Hu" untuk kuasa/kekuatan terbesar. Tangan diberi kode dengan kode angka, tangan kanan "18",  tangan kiri "81" masing-masing dijumlahkan keduanya menjadi 9 dan dua 9 menjadi 99. Tangan diberi karakter dengan  Asma-ul’husna Allah. Dan nama ke-99 dari Rasul adalah Mustafa..


Bernapas dengan Sadar ("Hosh dar dam") 

Hosh artinya "pikiran" Dar artinya "dalam" Dam artinya "Napas" Itu artinya, menurut Mawlana Abdul Khaliq al-Ghujdawani QS, bahwa  "Misi paling penting bagi salik dalam thariqat ini adalah menjaga napasnya, dan dia yang tidak dapat menjaga napasnya, akan dikatakan tentang orang itu, 'dia telah tersesat/kehilangan dirinya.'" 

Syah Naqsyband QS berkata, "Thariqat ini dibangun di atas (dengan fondasi) napas. Jadi adalah sebuah keharusan untuk semua orang menjaga napasnya di kala menghirup dan membuang napas, dan selanjutnya untuk menjaga napasnya dalam jangka waktu antara menghirup dan membuang napasnya." 

"Zikir mengalir dalam tubuh setiap makhluk hidup oleh keharusan (kebutuhan) napas mereka – bahkan tanpa kehendak – sebagai sebuah tanda/peragaan ketaatan, yang adalah bagian dari penciptaan mereka. Melalui napas mereka, bunyi huruf "Ha" dari Nama Ilahiah Allah dibuat setiap kali membuang dan menghirup napas dan itu adalah sebuah tanda dari Jati Diri (Dzat) Gaib yang berfungsi untuk menekankan Kekhasan Allahu Shamad. Maka adalah penting untuk hadir dengan napas seperti itu, agar supaya menyadari (merasakan) Jati Diri (Dzat) Maha Pencipta." 

Nama 'Allah' yang meliputi sembilan puluh sembilan Asma-ul’husna terdiri atas empat huruf: Alif, Lam, Lam dan Ha yang sama –dengan suara napas - (ALLAH SWT). Kaum Sufisme mengatakan bahwa Dzat Allah SWT yang paling gaib mutlak dinyatakan oleh huruf terakhir itu yang dibunyikan dengan vokal Alif, "Ha".  Ini mewakili Gaib Absolut Dzat-Nya Allah SWT. 

Memelihara napasmu dari kelalaian akan membawa mu kepada Hadirat sempurna, dan Hadirat sempurna akan membawamu kepada Penampakan (Visi)  sempurna, dan Penampakan sempurna akan membawamu kepada Hadirat (Manifestasi) Asma-ul’husna Allah SWT yang sempurna. Allah SWT membimbingmu kepada Hadirat Asma-ul’husna-Nya, karena dikatakan bahwa, "Asma Allah SWT adalah sebanyak napas makhluk". 

Hendaknya diketahui oleh semua orang bahwa melindungi napas terhadap kelalaian sungguh sukar bagi para salik. Maka mereka harus menjaganya dengan memohon ampunan (istighfar) karena memohon ampunan akan membersihkannya dan mensucikannya dan mempersiapkan sang salik untuk (menjumpai) Hadirat Benar (Haqq) Allah SWT di mana-mana. 

 

Langkah 5

 

Bernapas,

Menghirup melalui hidung - Zikir = "Hu Allah", bayangkan cahaya putih memasuki tubuh melalui perut.

Menghembus – melalui hidung - Zikir= "Hu", bayangkan  hitamnya karbon monoksida, semua perbuatan dosamu dikuras / didorong keluar dari dirimu. 

"Salik yang bijak harus menjaga napasnya dari kelalaian, seiring dengan masuk dan keluarnya napas, dengan demikian menjaga hatinya selalu dalam  Hadirat Ilahi; dan dia harus menghidupkan napasnya dengan ibadah dan pengabdian dan mempersembahkankan pengabdiannya itu kepada Rabbnya dengan segenap hidupnya, karena setiap napas yang dihisap dan dihembuskan dengan Hadirat adalah hidup dan tersambung dengan Hadirat Ilahi. Setiap napas yang dihirup dan dihembuskan dengan kelalaian adalah mati dan terputus dari Hadirat Ilahi." 

Untuk mendaki gunung, sang salik harus melintas dari dunia Bawah menuju Hadirat Ilahi. Dia harus melintas dari dunia ego keberadaan sensual (sensasi) menuju kesadaran jiwa terhadap Al Haqq

Untuk membuat kemajuan dalam perjalanan ini, sang salik harus membawa gambaran Syekhnya (tasawwur) ke dalam hatinya karena itu adalah cara paling kuat untuk melepaskan diri dari cengkeraman sensualnya. Dalam hatinya Syekh menjadi cermin dari Dzat Absolut. Jika dia berhasil, kondisi penisbian diri (ghayba) atau "absensi" dari dunia sensasi muncul dalam dirinya. Sampai kepada tahap bahwa keadaan ini menguat dalam dirinya dan keterikatannya kepada dunia sensasi melemah dan menghilang, dan fajar dari Level Hilang Mutlak- Tidak Merasa- Selain  Allah SWT mulai menyinari dirinya. 

Derajat tertinggi dari maqam ini disebut fana'. Demikianlah Syah Naqsyband QS berkata, "Jalan terpendek kepada sasaran kita, yaitu Allah SWT mengangkat tabir dari Dzat Wajah-Nya Yang Ahad yang berada dalam semua makhluk ciptaan-Nya. Dia melakukan itu dengan (melalui) maqam ghayba dan fana', sampai Dzat Agung (Majestic Essence) menyelimutinya dan melenyapkan kesadarannya akan segala sesuatu selain Dia.  Inilah akhir perjalanan untuk mencari Allah SWT dan awal dari perjalanan lainnya." 

"Pada akhir Perjalanan Pencarian dan Level Ketertarikan datanglah Level Perendahan Diri dan Penihilan.  Sasaran ini adalah untuk segenap ummat manusia sebagaimana disebut Allah SWT dalam al-Qur'an, 'Aku tidak menciptakan Jinn dan Manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.' Beribadah di sini berarti Ilmu Sempurna (Ma`rifat)." 

 

Langkah 6

 

Mengenakan ‘busana’ Syekh:

3 tahap perjuangan yang berkesinambungan:

Memelihara  Cintanya (Muhabbat),

Memelihara Kehadirannya (Hudur),

Melaksanakan Kehendaknya atas diri kita  (Penihilan atau Fana).


 

Kita memiliki cinta kepadanya, jadi kini kenakanlah Cahayanya dan selanjutnya bayangkan segala sesuatunya dari titik (sudut) ini, dengan busana yang kita kenakan itu. Ini adalah penopang hidup kita. Kamu tidak boleh makan, minum, salat, zikir atau melakukan apapun tanpa membayangkan bayangan Syekh pada kita. Cinta ini akan menyatu dengan Hadirat Ilahi, dan ini akan membuka pintu Penihilan ke dalam-Nya. 

Semakin seseorang menjaga ingatan untuk mengenakan busana dengan dia (Syekh) semakin meningkatlah proses penihilan itu berlangsung. Kemudian penuntun itu  akan meninggalkan dirimu di hadirat Rasul Allah Sayyidina Muhammad SAW. Di mana sekali lagi kamu akan menjaga cinta kepada Rasul SAW (Muhabbat), menjaga Hadiratnya (Hudur). Laksanakan kehendaknya atas diri kita (Penihilan atau Fana).

Fana fi Syekh, Rasulullah SAW, Allah SWT.

  

Penihilan Fana

Dalam keadaan spirit murid menyatu dengan spirit Syekhnya, kemampuan Syekh akan diaktifkan dalam diri muridnya, karena itu Syekh menikmati kedekatan Nabi SAW.  Dalam situasi ini, dalam istilah sufisme disebut ‘Penyatuan dengan Rasul SAW’ (Fana fi Rasul).  Ini adalah pernyataan Nabi SAW, "Aku seorang manusia seperti kamu, namun aku menerima wahyu'. Jika pernyataan ini dicermati, kita melihat bahwa kemuliaan Nabi terakhir ini adalah bahwa beliau menerima wahyu dari Allah SWT, yang mencerminkan Ilmu-ladduni, ilmu yang diilhamkan langsung oleh Allah SWT, Pandangan yang Indah dari Allah SWT dan Cahaya Cemerlang ke dalam hati Nabi SAW. 

Dalam keadaan 'Penyatuan dengan Nabi SAW' seorang murid karena emosinya, kerinduannya dan cintanya secara sedikit demi sedikit, langkah demi langkah, berasimilasi dan mengenali ilmu Nabi Suci SAW. Kemudian datanglah saat paling berharga, saat yang ditunggu-tunggu, ketika ilmu dan pelajaran ditransfer dari Nabi Suci SAW kepadanya sesuai dengan kapasitasnya. 

Murid itu menyerap karakter Nabi Suci SAW sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya dan karena kedekatannya dengan Nabi Suci SAW dan dukungannya dia dapat mencapai keadaan ketika dia mengenali Rabbil ‘Alamin, ketika Dia menguraikan dalam al-Qur’an, ‘Ya, sesungguhnya Engkau adalah Rabbi!’ Kedekatan ini, dalam sufisme disebut ‘Penyatuan dengan Allah SWT' (Fana fi-llah) atau singkatnya wahdat. Setelah itu, jika seseorang dikaruniai dengan kemampuan, dia akan membuat eksplorasi di daerah yang tentangnya  cerita (narasi) tidak lagi memiliki kata-kata untuk menjelaskannya, karena kepekaan dan kehalusan situasinya.

 

Langkah 7

 

Menjadi sesuatu  yang tidak ada, kendaraan sebening kristal untuk siapa pun yang ingin mengisi keberadaanmu dari Allah SWT Malikul Mulk

Dalam keadaan 'Penyatuan dengan Nabi Suci SAW’ seorang murid karena emosinya, kerinduannya dan cintanya secara bertahap, langkah demi langkah, berasimilasi dan mengnali ilmu dari Nabi Suci SAW.