Mawlana Syekh Muhammad Hisyam Kabbani QS
Dipetik dari buku The Naqshbandi Sufi Tradition, Guidebook of Daily Practice and Devotions
A'uudzubillaahi minasy syaythaanir rajiim
Bismillaahir rahmaanir rahiim
Wash-shalaatu was-salaamu 'alaa asyrafil Mursaliin Sayyidinaa wa Nabiyyina Muhammadin wa 'alaa aalihi wa Shahbihi ajma'iin
Seorang mukmin menertibkan dirinya sendiri; dia mengkritik dan menilai hanya untuk kepentingan Tuhan. Penghitungan akhir (hisab) bisa menjadi ringan pada orang-orang karena mereka dulunya terbiasa menilai diri sendiri dalam kehidupan ini. Dan Penghitungan Akhir pada Hari Pengadilan kelak menjadi amat keras pada mereka yang menjalani hidup ini dengan sembrono dan mengira bahwa mereka tidak akan pernah dipanggil untuk dihisab. (Al-Hasan ibn Ali ibn Abi Talib RA)
Dalam tarekat kita, untuk menghilangkan kegelapan dalam hati, adalah penting bagi semua pencari untuk menyiapkan sebuah buku tulis dan menulis sifat-sifat buruk dari ego masing-masing. Setiap orang bisa mencatat sedikitnya 200 kelakuan-kelakuan buruknya. Dengan menuliskannya akan menjadi kunci untuk menghancurkannya. Siapa yang belum pernah melakukannya, maka harus segera melaksanakannya. Di antara sifat-sifat buruk ini adalah mencuri, berbohong dan marah. Salah satu yang paling buruk adalah kemarahan. Jika kalian marah pada seseorang, maka kendalikan diri sendiri selama 40 hari.
Syekh Nazim QS menulis bagi diri beliau sendiri lebih dari 100 kelakuan buruk, jadi kita tidak mungkin kurang dari itu. Ketika kalian mengamati sifat-sifat buruk ego itu, kalian akan merasa jijik. Proses ini akan merobohkan ego yang menghasut (an-nafs al–ammarah). Jika kalian menulis apa yang masuk dalam hati dengan bantuan spiritual syaikh, maka ego akan takut. Jika ada yang menemukan buku catatan kalian, biarkan mereka melihatnya, karena lebih baik merasa malu dalam dunia ini daripada di Hari Pengadilan kelak.
Keseimbangan berawal dari diri sendiri, karena diri ini adalah akar dari segala masalah dalam spiritualitas. Dalam mendekatkan diri pada Hadirat Tuhan, para pencari harus membangun aspek Ilahiah dari dirinya. Seseorang mungkin akan bergegas dalam ibadah-ibadah sunnah dan puasa, bersedekah lebih banyak, dan lain-lain. Namun, dalam mencari kebenaran, hal-hal tersebut tidaklah cukup. Karena biasanya orang-orang yang beribadah akan melewatkan sebuah langkah yang penting yaitu al-muhasabah -pemeriksaan diri sendiri.
Tanpa aspek ini, seluruh ibadah yang dilakukan adalah dalam keyakinan bahwa kita sedang meraih tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi, padahal faktanya hal itu menjadi penghalang kemajuan kita. Bagaimana bisa? Ketika ibadah-ibadah itu tidak secara murni dilakukan demi mencari rida Allah SWT semata dan kita terus melanjutkannya di bawah prasangka berpuas diri bahwa seluruh apa yang kita lakukan adalah untuk meningkatkan perkembangan spiritual kita. Pada saat itu, kita kemudian bersantai-santai menikmati kesuksesan dalam disiplin dan pekerjaan spiritual.